Senin, 29 Desember 2014

Siapakah yang layaknya tertawa?


Siapa yang layaknya bersedih?
Kala itu Ibu Pertiwi kesakitan,
Penguasa mulai membuat janji layaknya membodohi anak kecil yang menangis,
Dengan janji sebuah permen,
Mungkin mereka sibuk menata negara,
Tersibukkan oleh kelicikan penguasa-penguasa kecil,
Dan, si penguasa kecilnya kipas-kipas bersantai di luar jauh sana


Lalu, siapa yang layaknya bersedih?
Ada saja ego penguasa, memulailah dia
Kini mempolitikkan si kulit bundar,
Memaksa rasa kecewa untuk sang garuda,
Dan, hanya jadi nestapa yang terbaikan

Lalu, siapa pula yang layaknya bersedih?
Secarik kertas dapat memutar balikkan fakta,
Hukum hanyalah sebuah permen yang mudah di beli oleh siapa saja,
Ya asalkan punya kertas itu tadi,
Bukankah keadilan bernilai subjektif yang selalu menuruti,
Jumlah kertas-kertas tadi?

Siapa kini yang layaknya bersedih?
Si kecil berperang terhadap waktu di keramaian kota,
Memaksanya melupakan masa depannya yang sudah ia rajut beberapa waktu silam,
Terbuang perlahan-lahan,
Mungkin hari ini belum waktumu nak, bersabarlah.

Dan siapa yang layaknya bersedih?
Kaum intelektual berbaris berlandas kesal menghantam pagar besar sang penguasa,
Meneriaki meja-meja para penguasa, tapi seakan sia-sia,

Lalu, siapakah yang layaknya tertawa?
Kurasa Sang Penciptalah yang layak

(Yogyakarta/Abrid/Desember/2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger